Kamis, 27 September 2012

Cattenacio ala Djohar (Tulisan Bagian #3)

Pilihan pola main yang membingungkan jika melirik latar belakangnya dulu saat diawal2 memegang kendali PSSI. Dimana ia cukup baik bermain tiki-taka ala Barcelona dengan melontarkan opini cerdas/bermain efektif&efisien ala mesin diesel Jerman saat “membersihkan” PSSI dari Djohar-haters. Pilihan Cattenacio ala Djohar, membuatnya harus keluar dari pakemnya sebagai orang yang berlatarbelakang kehidupan Batak, yang biasanya, maaf, bersuara keras, tegas&memiliki gaya main rap2. Ia tetap bergeming walau diserang kiri-kanan. Ia juga tetap berterimakasih walau penonton yang datang menyaksikan laga Timnas dapat dihitung dengan jari. Prof.Djohar versi 2012 ini yang hingga sekarang tetap tegak berdiri, menahan gempuran dengan bertahan total ala Cattenacio. Ia mungkin paham benar, se-offensive apapun lawan pasti jenuh juga jika tidak berhasil membobol gawang&menciptakan gol kemenangan. Ia juga mungkin tahu, seberapa brutal “tackling keras” Djohar-haters padanya pasti akan membuahkan peringatan, kartu kuning/bahkan kartu merah dari pengadil dilapangan. &pengadil dilapangan itu baginya bukanlah wasit dilapangan, yang dalam pertandingan PSSIvsKPSI ini seharusnya adalah Menpora&KONI. Pengadil sebenarnya adalah supporter sejati Timnas PSSI diluar sana. Yang tetap setia pada Timnas apapun kondisinya, bukan “generasi wangi2″ yang cuma datang ke stadion saat Timnas menang, hanya numpang nongkrong/yang hanya pengen exist sambil membawa2 infotaiment. Ia sadar sikap adil Menpora susah diharapkan menyusul berbagai “kasus miring” yang menimpa Kemenpora. Ia sadar juga sikap fair play KONI pun sebaiknya tidak usah ditunggu menyusul perselingkuhan KONI&KPSI, yang mementahkan semua keputusan&mengusir PSSI di PON 2012 Riau, sekaligus mengacaubalaukan penyelenggaraan pertandingan sepakbola di PON tersebut, yang mungkin merupakan penyelenggaraan PON paling berantakan sepanjang sejarah, &harusnya jajaran KONI MALU DENGAN ITU! Djohar-lovers sekarang tinggal menanti keajaiban, datangnya kembali supporter sejati Timnas yang gerah dengan segala kesemberonoan KPSI untuk memberikan Kartu Merah pada Djohar-haters, lalu kemudian mengusirnya dari lapangan sepakbola Indonesia, seperti euforia yang terjadi saat menjatuhkan rezim Nurdin Halid terdahulu.

Ibaratnya dalam pertandingan reguler Timnas, saya yakin saat ini Physioterapist Timnas, Mathias Ibo, sudah bolak-balik masuk lapangan untuk merawat Djohar-lovers. Gempuran desas-desus, berita miring, maupun kesalahan sudah mengoyak terlalu dalam. “Tackling2 keras” berbau komentar negatif terhadap kinerja Djohar sudah terlalu sering. Jadi mungkin saja dikalangan Djohar-lovers banjir cedera sudah menanti. Semoga saja cuma cedera ringan, yang bisa sembuh dengan semprotan pain killer semata, bukan cedera berat yang mengharuskan pemain meninggalkan lapangan, naik ke meja operasi, &menjalani perawatan panjang. Seperti “cedera” yang dialami Sekjen PSSI, Tri Gustoro, dimenit2 awal, yang memaksanya harus keluar gelanggang, he3.

Memperhatikan line-up pemain, sebenarnya Djohar-lovers punya kans bertahan lebih lama dengan menggunakan Cattenacio. Tongkrongan lini pertahanannya tergolong cukup yahud. Lihat saja kiper berpengelaman Bob Hippy, ditopang 2 bek tengah kawakan : Bernard Limbong&Saleh Mukaddar plus 2 bek sayap : Catur Saptono dikanan plus Hadiandra dikiri. Ini merupakan komposisi gahar yang cukup untuk sekadar menghalau segala komentar buruk&serangan lawan. Lini tengah yang dikhawatirkan pincang sepeninggal Tri Gustoro ternyata mendapat metronom baru yang “cukup” punya pengalaman. Sosok Sekjen anyar PSSI, Halim Mahfudz, melengkapi formasi trio lini tengah, otak penggerak permainan, bersama Djohar&Farid Rahman, yang tenang tapi memiliki visi&pergerakan mematikan. Tridente centrocampista PSSI dilengakpi 2 winger handal dengan agresivitas tak terduga tapi memiliki “daya sengat tinggi” : Todung Mulya&Sihar Sitorus. Permasalahan pelik justru ditemukan dilini depan. Striker tunggal, Wijayanto, dedengkot LPIS, justru sering kebingungan jika bermain. Timing pengambilan keputusannya sering ga pas, serba salah, &gantung, yang tercermin dalam sikapnya saat menahkodai LPIS, hal yang sangat disesali para pemerhati sepakbola diluar sana. Ini yang mengkhawatirkan, mengingat bermain dengan pola Cattenacio membutuhkan ujung tombak cepat, lincah&mematikan, untuk memanfaatkan sedikit&kecilnya peluang menciptakan gol, mengingat gaya permainannya yang bertahan total.
 
Dahulu mungkin ada 2 striker muda, beda&berbahaya harapan utama Djohar-lovers untuk menetralisir sekaligus mematikan Djohar-haters. Arya Abhiseka&Llano Mahardika, duo striker muda itu, dahulu sangat sukses setelah “mengegolkan” LPI musim I menjadi “dilirik” khalayak&sponsor. Sayang saat ini mereka tak bisa turun gelanggang karena “skorsing” akibat dari kasus penyalahgunaan dana organisasi pemain oleh Arya, &transfer ilegal Tibo yang memalukan yang “diotaki” Llano. Ketidakhadiran mereka membuat barisan pertahanan Djohar-haters, yang sebagian besar diisi pemain tua, namun licik&kaya pengalaman, sedikit bernapas lega. Setidaknya mereka tidak akan sering beradu sprint dengan 2 anak muda itu, yang mungkin saja bisa menyebabkan mereka ngos2an-bengek-kehabisan napas-butuh bantuan napas buatan-&atau bahkan yang terburuk : tiba2 kolaps dilapangan,he3….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar